Lubuklinggau
Warga Lubuklinggau Mempertanyakan Rekomendasi Pendirian Vihara Yang Cacat Hukum
Lubuklinggau,the8news.com-
Pemerintah Kota Lubuklinggau dan Kementerian Agama Lubuklinggau Mendapat Penolakan Keras Dari Ratusan Warga Lubuklinggau yang Melakukan Aksi Damai 317 Terkait Penolakan Pembangunan Vihara Dharma Ratana di Jalan Depati Jati Kelurahan Kayu Ara, Kecamatan Lubuklinggau Barat I, Kota Lubuklinggau, Provinsi Sumatera Selatan. Selasa (31/7)
Mereka Juga Menuntut Pembatalan Surat Rekomendasi dari Kementerian Agama (kemenag) Lubuklinggau tentang dikeluarkan nya Rekomendasi Perizinan Bangunan Tempat Ibadah (vihara) di wilayah kelurahan kayu ara kecamatan Lubuklinggau Barat I yang menurutnya Cacat Hukum.
Iringan Long March Warga yang Berorasi dimulai pada Pukul 08.30 Wib mulai dari Lapangan Perbakin Hingga ke Kantor Pemkot Lubuklinggau Mempertanyakan sejumlah kejanggalan administrasi aturan dalam pendirian rumah ibadah yang diatur dalam Peraturan Menteri Agama dan Menteri dalam Negeri No. 09 Tahun 2006 dan No. 08 Tahun 2006 tentang Pedoman pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama.
Ratusan Umat Muslim Warga di Lubuklinggau yang menyampaikan Orasi nya juga menitikberatkan adanya Surat Rekomendasi sepihak Dari Kemenag Kota Lubuklinggau, dan Provinsi Sumatera Selatan yang diduga tidak memenuhi persyaratan administratif, dukungan masyarakat setempat sekitar 60 orang juga diduga fiktif yang disahkan oleh Lurah dan Camat Setempat, wajib dibuktikan dengan Surat pernyataan masing – masing (Secara Perorangan) diatas materai yang disahkan oleh Lurah dan Camat setempat serta melampirkan Foto Copy KTP , ungkap Fahmi
“Kami menolak pendirian tempat ibadah ( vihara ) di Kelurahan Kayu Ara, tapi kami tidak menolak pendirian vihara di Kota Lubuklinggau dan menolak surat rekomendasi Perizinan Pembangunan vihara yang dikeluarkan oleh Kemenag Lubuklinggau secara sepihak akibat cacat hukum,” tegas Fahmi.
Fahmi yang menduga mendapati proses yang salah dalam mengeluarkan surat rekomendasi tersebut karena menurut aturan Kemenag dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), jika hendak membangun tempat ibadah harus atas persetujuan warga sekitar dan sesuai aturan perundang undangan serta tanpa mempunyai unsur kepentingan golongan dan pribadi.
Dalam Mediasi perwakilan antara pihak yang membangun vihara salah satu narasumber yang enggan disebutkan namanya mengatakan, pembangunan tempat ibadah atau vihara ini merupakan permintaan dari Ibunda penyandang dana atau investor setempat yang merupakan keturunan tionghoa sehingga harus membangun vihara di wilayah kelurahan Kayu Ara yang kini mendapati penolakan keras oleh Ratusan warga di Kota Lubuklinggau. (Tim)