NewsPalembang

Pandemi Pengaruhi Akses Layanan Perempuan Korban Kekerasan

Palembang, The8News.com – Pandemi Covid-19 sangat memengaruhi akses layanan bagi perempuan korban dan pendamping dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan. WCC Palembang melakukan perubahan waktu dan metode pelayanan di masa pandemi, yaitu dari layanan secara offline (tatap muka) menjadi lebih bertumpu pada layanan online/daring. Direktur WCC Palembang mengatakan hal ini berdampak pada waktu layanan menjadi lebih panjang dan terbatasnya  mobilitas ke lokasi jangkauan layanan. Selain itu, penanganan kasus menjadi tidak maksimal, misalnya pendampingan  psikososial khususnya konseling secara daring (online) dirasakan kurang maksimal karena tidak bisa melakukan  pengamatan  langsung  pada  berbagai  aspek  dari  korban  secara  menyeluruh,  seperti perubahan wajah atau gesture.

Kasus  kekerasan  berbasis  gender selama  masa  pandemi Covid-19 cukup mengkhawatirkan karena di satu sisi korban harus tetap mendapatkan bantuan, di pihak lain pendamping yang menangani mengalami dilema dan harus membuat antisipasi yang cermat agar tidak  tertular atau menularkan virus. Pada masa pandemi ini, kebutuhan korban menjadi dilematis karena pendamping harus mengantisipasi dengan cermat situasi dan kondisi risiko penularan Covid-19 pada saat memberi bantuan.  Oleh karenanya, dalam rangka memastikan ketersediaan layanan perlindungan bagi korban kekerasan berbasis gender, maka sejak bulan Juli 2020, WCC Palembang menggunakan Protokol Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak  pada masa Pandemi Covid-19 yang kami adopsi dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang tentunya kami sesuaikan dengan konteks wilayah di Propinsi Sumatera Selatan.

Direktur WCC Palembang, Yeni Roslaini Izi, Rabu (30/12) mengatakan sepanjang tahun 2020, Divisi Pendampingan WCC Palembang telah melakukan pendampingan 113 kasus, yang terdiri dari: Kekerasan Seksual berupa perkosaan, pelecehan seksual dan kekerasan seksual lainnya, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), Kekerasan Dalam Pacaran (KDP) dan Beragam Bentuk Kekerasan lainnya.

“Dari 113 kasus itu, WCC mendampingi 46 kasus kekerasan seksual (perkosaan, pelecehan seksual dan kekerasan seksual lainnya), 41 kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), 15 kasus kekerasan dalam pacaran (KDP) dan 11 kasus kekerasan terhadap perempuan lainnya,” ujar Yeni.

Ditambahkannya, pada tahun 2020 ini, kasus kekerasan seksual, diantaranya  berupa perkosaan, pelecehan seksual, eksploitasi seksual dan intimidasi/serangan bernuansa seksual paling banyak didampingi WCC Palembang (40.71%). Mereka yang mengalami kekerasan seksual, juga mengalami satu atau lebih kekerasan lainnya, terutama psikis, fisik, atau ekonomi. Kekerasan seksual yang bermuara dari adanya ketimpangan relasi gender, terus bertahan kuat karena berlakunya penilaian moralitas yang cenderung mempersalahkan dan menstigma korban Oleh karena itulah, tahun 2020 ini, WCC Palembang masih terus melakukan advokasi atau kampanye untuk mendesak disahkannya Undang Undanga Penghapusan Kekerasan Seksual, demi keadilan, kebenaran, pemulihan dan jaminan tak berulang.

Selanjutnya Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan bentuk kekerasan yang terbanyak kedua dialami perempuan di Propinsi Sumatera Selatan. Perempuan terjebak dalam lingkaran kekerasan dalam rumah tanngga (KDRT), perempuan adalah korban KDRT yang beberapa diantaranya juga menjadi pelaku kekerasan terhadap anaknya sendiri. Data WCC Palembang menunjukkan bahwa korban KDRT di Masa Pandemi Covid-19 ini mengalami kekerasan fisik maupun psikis yang kelihatan lebih  parah  dibanding  sebelumnya.  Tekanan  terjadi  baik  karena  kondisi  ekonomi  keluarga yang secara drastis mengalami penurunan, maupun karena adanya  pembatasan  ruang  gerak  maupun  beban  domestik  yang  bertambah  sehingga  meningkatkan stres dan memicu kekerasan dalam rumah tangga yang lebih parah.

Selain itu, WCC Palembang menerima pengaduan yang cukup tinggi terkait kekerasan di dunia maya (kejahatan cyber/cyber crime) atau Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO), terutama berupa eksploitasi seksual anak perempuan dan tubuh perempuan di dunia maya. (penyebaran  foto/video pribadi di media sosial yang dilakukan oleh orang yang dekat dengan korban seperti pacar ataupun mantan pacar).  KBGO yang didampingi WCC Palembang pada masa Pandemi (tahun 2020) yaitu 28 kasus, sementara tahun 2019, WCC Palembang menangani 8 kasus.

Kekerasan terhadap perempuan dapat terjadi pada semua perempuan. Perempuan dari semua lapisan masyarakat, profesi, usia, status sosial, berpendidikan, semuanya dapat menjadi korban kekerasan. Demikian pula pelaku kekerasan, ia dapat berasal dari berbagai kedudukan, profesi, usia dan status dalam masyarakat.

“Berdasarkan profesi/pekerjaan korban, rinciannya karyawan swasta (4 orang), petani/nelayan (5 orang), pelajar/mahasiswa (49 orang), buruh pabrik (3 orang), PNS (2 orang), dokter/perawat/bidan (1 orang), ibu rumah tangga (30 orang), guru/dosen (2 orang), pedagang (7 orang), dan lainnya (belum bekerja, pengangguran, honorer) ada 10 orang,” kata Yeni.

Berdasarkan pengalaman WCC Palembang mendampingi perempuan korban kekerasan di masa pandemi pada tahun 2020 ini,  Yeni mengatakan ini jelas menggambarkan bahwa  kerentanan  perempuan  terhadap  kekerasan  seksual  dan kekerasan di ranah privat baik  dalam  situasi  sebelum  pandemi maupun dalam masa pandemi masih cukup tinggi.

“Oleh karenanya, menurut kami penting  bagi  pemerintah di semua tingkatan (Propinsi maupun kabupaten kota se Sumatera Selatan) untuk  memberikan  perhatian  khusus dan bersinergi   pada  lembaga pengada  layanan termasuk layanan berbasis komunitas dan  pendamping  korban  kekerasan terhadap perempuan di kelompok perempuan akar rumput untuk  memastikan akses perempuan korban terhadap layanan sehingga keadilan bagi mereka dapat terpenuhi,” pungkasnya. (Ern/ril)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button