Hukum dan kriminalPalembang

Ahli Hukum Kurnia Saleh Tanggapi Konten Willi Salim yang Telah Dilaporkan ke Polisi

PALEMBANG, The8news.com – Konten creator Willie Salim, memasak rendang seberat 200 Kg di Pelataran Benteng Kuto Besak (BKB) Palembang pada Selasa (18/03/2025) lalu masih menyita perhatian publik, khususnya bagi warga Kota Palembang yang merasa nama baik tempat tinggalnya ternodai, Senin (24/3/2025).

Konten memasak di Pelataran BKB, Willy meninggalkan lokasi untuk pergi ke toilet. Saat kembali lagi, rendang 200 kilogram yang belum masak sempurna itu sudah habis direbut warga. Rendang tersebut hilang dalam waktu semenit. Sontak kejadian ini menjadi perbincangan karena dianggap seolah menyudutkan warga Palembang.

Dalam konten yang dibuat Willi Salim itu membuat coreng nama baik Kota Palembang. Akibatnya, tiga Laporan Polisi telah dibuat warga Palembang terhadap Willi Salim, konten creator ternama itu.

Menanggapi kejadian itu, Ahli Hukum, Kurnia Saleh menjelaskan, laporan terhadap Willie Salim tidak memenuhi Unsur Pidana. Terhadap laporan masyarakat, kita baca menggunakan UU ITE dan 4 Pasal. Yakni Pasal 27 ayat (1), Pasal 27 ayat (3), kemudian Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 28 ayat (3) UU ITE.

“Kalau pelapor atau pengadu menggunakan Pasal 27 ayat (1) UU ITE, kami pikir berlebihan. Karena Pasal tersebut tentang adanya konten atau informasi yang memuat tentang pelanggaran kesusilaan. Bicara kesusilaan, maka bicara tentang ketelanjangan dan pornografi, atau kebiasaan penduduk setempat. Sedangkan konten Willi ini terbatas pada acara masak rendang kemudian hilang,” ujar Kurnia.

Pria asal Palembang ini menambahkan, bila menggunakan Pasal 27 ayat (3) UU ITE, maka tidak bisa lepas dari Pasal 310 an Pasal 311 KUHP. Pasal 310 KUHP, isinya tentang menyerang kehormatan seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal agar diketahui umum dan 311 tentang perbuatan menuduh seseorang yang tuduhannya diketahui tidak benar oleh pelaku.

“Pertanyaan saya, narasi yang mana dari Willi yang menuduhkan masyarakat kota Palembang? Kalau tentang narasi “Rendang Hilang” maka tidak ada unsurnya. Bahwa hilang ditafisrkan seolah-olah “dicuri, dimaling” itu jelas berbeda dan sepertinya persepsi pihak luar bukan dari Willi,” urainya.

Kalau bicara tentang Pasal 28 ayat 2 UU ITE, maka berbicara tentang informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa benci dan permusuhan atar kelompok suku, agama dan ras, itu lebih jauh lagi dan berlebihan. Unsurnya adalah bentuk informasi yang disebarkan oleh Willi haruslah bermakna mengajak, atau mensyiarkan pada orang lain agar ikut memiliki rasa kebencian berdasarkan sentimen atas SARA.

“Kami lihat, tidak ada ajakan permusuhan tersebut. Itu hanya sebatas masak rendang dan hilang saat ia tinggalkan ke toilet. Nah, tentang informasi yang dipersoalkan ke publik tentang Willi meninggalkan tempat masak ke toilet sekitar 15 menit, padahal faktanya ia tidak ke toilet, Itu bukan peristiwa hukum dan tidak menimbulkan kerugian secara langsung, meskipun mungkin ia berbohong. Tapi tidak ada pidanaya di situ,” tuturnya.

Kurnia menambahkan, jika berbicara tentang Pasal 28 ayat 3, maka unsurnya selain berita bohong juga harus dan wajib menimbulkan kerusuhan di masyarakat.

“Kalau kita baca Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU ITE, Kerusuhan ini kerusuhan secara fisik bukan di ruang digital/siber atau trending di medsos, bukan itu. Tapi benar-benar menimbulkan huru hara. Sejauh ini belum ada kerusuhan secara fisik kalau kita liat kan. Ditambah lagi, tidak ada unsur kebohongan di konten tersebut, rendang yang dimaksud benar-benar hilang. Entah karena hilang karena habis atau apapun itu,” paparnya.

Pria Pemegang Rekor Ahli Hukum Termuda Se-Indonesia di Mahkamah Konstitusi itu menilai, bahwa Persepsi Publik dan Stigma Publik sangat luar biasa dalam menafsirkan Isu, kebenaran tidak lagi dianggap benar kalau publik memberi persepsi itu sebagai kesalahan, sebaliknya sesuatu yang salah dapat jadi benar kalau dipersepsikan benar.

“Hukum tidak pakai persepsi atau perasaan, hukum pisaunya adalah unsur. Kalau unsurnya tidak terpenuhi, tidak bisa,” tukas Kurnia.

Related Articles

Back to top button