Ah, begitu Cepatnya Kau Pergi, Istriku?
*KETIKA bertandang ke ruang kerja Ketua Primer Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Pelabuhan Sumatra Selatan, mata ketuanya, Ahyani Subur tampak berkaca-kaca*.
——–
Tatkala ditanya, kok keadaannya terkesan sedih? Ahyani mengatakan bahwa ia sedih karena terkenang istrinya Yoyong Minarsih yang telah lebih dahulu pergi menghadap Sang Khalik.
Menjelang seratus hari kepergiannya, suasana hati Ahyani Subur terasa hampa. Sebab, selama hidup mendampinginya, sikap Yoyong begitu sayang dan benar-benar mencintainya.
“Sekarang saya sangat kesepian. Seolah setelah kepergian dia, semangat hidup ini tak seperti ketika Yoyong selalu ada di sampingku,” ujar Ahyani menahan getaran kesedihan yang begitu menggetarkan hatinya, Sabtu, 7 September 2024.
Air mata Ahyani mengucur deras. Ia mencoba mengusapnya dengan kertas tissue berkali-kali, namun kesedihan yang begitu mendalam, telah membuka kran air mata yang tumpah berkali-kali ke pipinya.
Yoyong Minarsih meninggal dunia setelah melawan rasa sakit diabetesnya pada hari Minggu, 16 Juni 2024, sekitar pukul 16.04 Wib di Rumah Sakit RK Charitas.
Namun ketika saya bertandang ruang kerjanya di kantor Primer Koperasi TKBM Pelabuhan Sumsel Ahyani tampak tegar.
Yang paling mengesankan bagi tamu ketika singgah ke ruang kerjanya, suasana hati Ahyani tetap terlihat biasa-biasa saja. Padahal setumpuk kesedihan benar-benar bergayut di hatinya. Namun ia mencoba bijak untuk menyeimbangkan antara tugas kantor dengan kepiluan hatinya yang begitu perih secara personal.
“Itu yang sangat saya kagumi terhadap semangat hidup Pak Yani ini,” ujar Sekretaris Primer Koperasi TKBM Pelabuhan Sumsel, Ir Akhdi Safri, sembari mengacungkan jempolnya.
Menurut dia, selama peristiwa meninggalnya Yoyong Minarsih, kesedihan Ahyani tidak tampak. Ia tetap bekerja seperti biasa. “Padahal, secara diam-diam ketika saya perhatikan, Pak Yani kerap kali juga menitikkan air matanya,” jelas Akhdi Safri.
Sebagai seorang pemimpin, tampaknya Ahyani tak ingin memperlihatkan kesedihan dan kependihan hatinya.
Justru dengan cara menyeimbangkan antara kerja dan kepribadian dirinya yang kuat, teman-teman sekerjanya jarang melihat kesedihan hatinya sejak ditinggal istrinya yang meninggal karena sakit diabetes.
Padahal jika orang tahu tentang apa yang bergejolak di hatinya, perasaan Ahyani benar-benar pedih dan sedih.
Semua itu sangat ia rasakan ketika setelah pulang ke rumah. Seperti sebelumnya, ketika ia pulang kerja, dengan ikhlas Yoyong membukakan baju dan sepatunya.
Kemudian wanita itu menyediakan kopi yang sejak setengah jam lalu telah Yoyong siapkan. Ah, begitu bahagianya Ahyani menerima perlakuan ketulusan cinta istrinya.
Kini, semua itu hanya tinggal kenangan. Tatkala pulang ke rumah, kamar tidur hanya sepi. Ruang makan tak menyapa ramah. Semua keindahan berumah tangga sudah pergi brsama istrinya menghadap Sang Mahahidup.
“Ya Allah, alanglah cepatnya Kau panggil istriku yang sangat kucintai. Akan seperti ini lagikah jika ada wanita lain yang menghiasi rumah tanggaku nanti?” begitu kata hati Ahyani berkata.
Ia benar-benar sedih. Semua di rumahnya begitu sunyi. Iar matanya pun kembali deras mengucur ke pipi. (anto narasoma)