FK-PKBPSS Tolak Pengenaan Pajak 10 Persen
Palembang, the8news.com
Aksi Demo Peryataan Sikap Forum Komunikasi Kuliner Bersatu Palembang Sumsel (FK-PKBPSS) atas Pembahasan Raperda tentang Pajak Usaha Kuliner yang digelar pada hari kamis, 23 Januari 2020 di Kantor DPRD Kota Palembang Jl Gub H Bastari No 2, 8 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu I.
H Isdaril selaku ketua FK-PKBP dalam orasinya mengatakan Kami yang tergabung dalam Forum Komunikasi Kuliner Bersatu Palembang Sumatera Selatan (FK-PKBPSS) yang terdiri dari, Persatuan Pengelola Rumah Makan Minang (PPRMM) Sumatera Selatan dan Palembang, Paguyuban Pedagang Pempek Palembang (PPPP), Paguyuban Bakso Solo Berseri (PBSB), Asosiasi Pecel Lele, Asosiasi Pecel Lele Lamongan, Asosiasi Sate Madura, Mi Ayam dan pedagang kuliner lainnya.
Sejak bulan Juli 2019 telah menyatakan sikap menolak pengenaan pajak 10 persen, pemasangan e-tax (tapping box) untuk usaha kuliner di Palembang dan menuntut adanya revisi Perda No 02 tahun 2018 tentang pajak daerah khususnya yang terkait dengan usaha kuliner.
2. Bahwa, berdasarkan surat dari Ketua DPRD Kota Palembang periode 2014-2019, kepada Walikota Palembang, No.: 970/766/DPRD/2019, Tanggal 17 September 2019, prihal: Rekomendasi DPRD Kota Palembang yang menindaklanjuti surat dari Asosiasi Rekreasi Keluarga lndonesia (ARKI) No.: 199/DPP/ARKI/x/2018 tentang Pajak Hiburan, yang pada intinya adalah merekomendasikan agar Perda No.02 Tahun 2018 tentang Pajak Daerah segera direvisi oleh pemerintah Kota Palembang, maka dengan ini Forum Komunikasi Paguyuban Kuliner Bersatu Palembang Sumatera Selatan (FK-PKBPS)’ menyatakan sikap setuju atas rekomendasi tersebut.
Secara khusus surat ini menjelaskan bahwa bahwa ketentuan tentang Tempat Pajak Hiburan, Hotel dan Restoran sangat memberatkan para Investor.
“Bahwa setelah kami mengkaji Perda ”002/2018 tersebut kami mengkritisi hal-hal sebagaiberlkut, Definisi dan klasifikasi restoran pada Perda No.az/zo1s, Bab Ketentuan Umum, Pasal 1 (13) mendefinisikan restoran secara umum. yakni, Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan atau minuman dengen dipungut bayaran yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan jasa boga/catering. Definisi ini diturunkan dari UndangUndang Republik lndonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah”, tegasnya..
Menurut pendapatnya, definisi ini masih terlalu umum sehingga berdampak kepada penghitungan besaran pajak yang juga bersifat umum.
Omset di atas Rp. 3.000.000, Pasal 8 (3) seharusnya angka (6). (Hal ini menunjukkan kekeliruan pihak legislasi terhadap Perda ini, Substansipasal ini adalah menetapkan jumlah omset di atas Rp. 3.000.000 sudah dikenakan beban pajak. Jika diterapkan angka ini tentu akan memungut rata setiap penjual kuliner dari setiap jenisnya, dari yang kecil hingga yang besar.
Apalagi lanjutnya, berdasarkan definisi pada poin 1. Ketentuan pajak 10 % Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 40 (1), Tarif Pajak Restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen). Artinya, pajak restoran dapat ditetapkan melalui Perda antara 0,1 persen hingga 10 %. Namun Perda No.2/2018 ini menetapkan pajak 10 persen, tarif yang tertinggi tanpa analisis yang baik dan benar.
“Pajak Restoran yang dibebankan pada konsumen Kami menilai bahwa pembebanan pajak restoran melalui konsumen adalah tidak tepat untuk diterapkan pada setiap restoran. Sebab segmen pasar dari restoran juga berbeda”ungkapnya.
Menurutnya di tempat usaha kuliner di mall-mall, restoran waralaba dan yang berada dI kawasan elit dan standar tertentu mungkin dapat diterapkan karena konsumen dari segmennya kelas menengah ke atas. Namun pada tempat usaha kuliner di perkampungan atau di pinggiran kota, standar manajemen pelayanan yang belum optimal, dan konsumen kelas bawah tentu tidak tepat apabila konsumen dibebankan pajak, apalagi mencapai 10 %.
“Tuntutan kami berdasarkan hal-hal tersebut di atas, kami menyatakan sikap sebagai berikut, Menuntut pihak DPRD Kota Palembang, khususnya Pansus Raperda tentang Pajak Daerah, yang terkait dengan usaha kuliner agar melibatkan FK-PKBPSS dalam pembahasan substansi Raperda tersebut”, tandasnya.(dn).