
Palembang, The8news.com – Program Jangka panjang Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan untuk Mensejahterakan perkebunan
Karet merupakan salah satu komoditas strategis di Provinsi Sumatera Selatan oleh karena luasnya areal pengembangan, banyaknya rumah tangga petani yang terlibat dalam agribisnis karet dan tingginya kapasitas olah pabrik crumb rubber yang tentunya menyerap banyak tenaga kerja.
Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan Ir. AGUS DARWA, M.Si didampingi Kepala Bidang Produksi Havizman, SP M.Si, Kepala Bidang Sarana dan Prasaran Herlan Kagami S.P M.Si dan Kepala Bidang Kelembagaan Usaha Perkebunan M. Ichwansyah S.P M.Si menyampaikan bahwa beberapa faktor kendala yang dihadapi petani karet saat ini adalah menurunnya produktivitas karet karena adanya serangan penyakit gugur daun pestalotiopsis yang menyebabkan karet mengalami gugur daun 2 sampai 3 kali setahun, sementara pada sisi lain naiknya harga pupuk menyebabkan rekomendasi teknis pemupukan tidak terpenuhi dan tentunya kedua faktor tersebut berpengaruh terhadap produktivitas, pendapatan petani serta utilitas industri crumb rubber di sumatera selatan.
Lanju Kadisbun , dalam menyikapi kondisi agribisnis karet saat ini, Dinas Perkebunan telah mengidentifikasi beberapa program jangka pendek maupun jangka panjang sebagai langkah solutif. Dalam jangka pendek dalam rangka meningkatkan produktivitas tanaman karet, sedang diupayakan pelaksanaan kegiatan intensifikasi tanaman karet berupa bantuan pupuk dan pengendalian penyakit gugur daun pestalotiopsis dengan penyemprotan pestisida yang difasilitasi pembiayaan APBN. Sementara itu dalam jangka panjang diupayakan pembangunan kebun entres karet klon moderat tahan PGD pestalotiopsis serta peremajaan tanaman karet tua dengan pola jarak tanam ganda intercropping dengan tanaman pangan sebagai sumber pendapatan petani menunggu tanaman karet menghasilkan.
Dari sisi harga, aktual harga karet yang diterima petani merupakan transmisi harga karet pada pasar dunia dalam hal ini adalah harga Singapore Exchange (SGX). Harga karet dalam bentuk SIR 20 dengan Kadar Karet Kering (K3) di bursa SGX berada pada kisaran 1,3 US Dolar atau dalam Rupiah harga FOB berada pada kisaran Rp18.800 selanjutnya harga tersebut dikurangi biaya proses pengolahan dan overhead pabrik sehingga harga karet dengan K3 100% dipintu pabrik berada pada kisaran 85% dikalikan harga FOB atau senilai Rp 15.980 per kilogram karet kering.
Saat ini secara umum estimasi K3 bahan olah karet (bokar) produksi petani berada pada kisaran 50% sehingga transmisi harga ke tingkat petani adalah 50% x 15.980 atau sama dengan 7.990 dan itupun belum dikurangi dengan keuntungan para pedagang pengumpul selaku supplayer dan biaya transportasi ke pabrik crumb rubber.
Dari ilustrasi perhitungan transmisi harga di atas maka beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk meningkatkan harga adalah dengan meningkatkan mutu bokar produksi petani sehingga K3 meningkat di atas 50% dan melakukan efisiensi pemasaran dengan memperpendek rantai pemasaran.
Dalam upaya peningkatan mutu K3 bokar petani, Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan dan Direktorat Jenderal Perkebunan memberikan bantuan pembeku latek kepada beberapa Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar (UPPB). Disamping itu dari sisi upaya efisiensi pemasaran Disbun Provinsi Sumatera Selatan bersama dinas kabupaten kota telah meregistrasi 402 UPPB, melaksanakan bimbingan teknis dan penguatan kelembagaan serta pendampingan oleh Tenaga Pendamping Peningkatan Produksi Perkebunan (TP4) kepada UPPB yang mewadahi kelompok kelompok tani. Diharapkan industri crumb rubber dapat bersinergi dalam upaya memotong rantai pemasaran dengan melakukan kemitraan langsung dengan UPPB sehingga bagian harga yang diterima petani meningkat.
Selanjutnya dijelaskan bahwa meningkatnya proporsi karet tua memerlukan langkah solutif skema pembiayaan dalam peremajaan tanaman. Peremajaan karet secara masif yang difasilitasi pemerintah tentunya akan sangat membebani APBN atau APBD. Pada saat ini skema pembiayaan dengan interest rendah adalah Kredit Usaha Rakyat atau KUR dan untuk fasiltas kredit KUR diperlukan kajian kelayakan kredit dalam membiayai peremajaan tanaman karet.
Turut menjadi sorotan kadisbun adalah terjadinya alih komoditas dari karet ke kelapa sawit secara swadaya di beberapa daerah dimana saat ini kelapa sawit cenderung lebih menarik bagi petani karena harganya lebih stabil. Namun demikian perlu dipahami bahwa harga komoditas dalam jangka panjang tentunya mengalami fluktuasi dan sangat ditentukan supplay dan demand sehingga alih komoditas menjadi kelapa sawit secara masif akan meningkatkan suplay yang memberi pengaruh pada turunnya harga. Terlebih lagi kelapa sawit merupakan komoditas pertanian dengan hasil produksi yang bersifat perishable goods atau mudah rusak sehingga tidak bisa disimpan untuk dijual dalam jangka waktu yang lama.
Selanjutnya dijelaskan Kadisbun bahwa dalam menyikapi permasalahan perkebunan saat ini maka Dinas Perkebunan mengedepankan aspek tata kelola menuju perkebunan yang berdaya saing tinggi dalam hal ini peningkatan mutu, supplay chain treceability, berkelanjutan dan mencegah terjadinya kerusakan lingkungan hidup serta memberikan kontribusi bagi peningkatan perekonomian rumah tangga petani dan pertumbuhan ekonomi daerah.(Dian P)



