Babak Baru Kasus Keracunan Massal, Warganet Sebut Penyebab Yang Disampaikan Dinkes Tidak Masuk Akal

Pali, The8news.com – Babak baru dalam kasus keracunan massal yang menimpa ratusan pelajar di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Sumatera Selatan, mulai terkuak.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten PALI akhirnya merilis hasil laboratorium yang menyebutkan adanya bakteri berbahaya dalam makanan dan air yang digunakan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dikelola oleh mitra CV Kita Lestari.
Hasil uji laboratorium dari Balai Besar Laboratorium Kesehatan Masyarakat (BBLKM) Palembang mengungkap fakta mencengangkan: air yang digunakan untuk mengolah makanan di dapur MBG terbukti mengandung bakteri Escherichia coli (E. coli) dan Total Coliform melebihi ambang batas aman. Tidak hanya air PAM, air dari sumur bor juga ikut tercemar.
Selain air, salah satu menu makanan yang dikonsumsi para siswa, yakni tempe goreng, ditemukan mengandung bakteri Staphylococcus aureus dalam jumlah tinggi, mencapai 45.000 CFU.
Jumlah ini jauh melampaui ambang aman sesuai Permenkes Nomor 2 Tahun 2023, yang hanya memperbolehkan di bawah 100 CFU.
Temuan tersebut menjadi sorotan tajam karena tempe goreng dan air PAM disebut sebagai dua faktor utama penyebab keracunan yang menimpa sedikitnya 173 siswa dari berbagai sekolah. Namun, penjelasan ini justru memicu kontroversi di tengah masyarakat.
Sejumlah warganet menilai penyebab yang diumumkan Dinkes tidak logis. Pasalnya, tempe dikenal masih bisa dikonsumsi dalam kondisi fermentasi lanjut seperti oncom, sedangkan air PAM dari PDAM Tirta PALI Anugerah digunakan secara luas oleh warga, namun tidak semua mengalami gejala serupa.
Beberapa warga juga mengungkapkan bahwa pada hari kejadian, menu ikan tongkol yang menjadi lauk program MBG dalam kondisi bau dan tidak layak makan. Keterangan ini sempat disebutkan oleh sejumlah korban dan pihak sekolah saat kejadian awal.
“Aneh, kalau tempe dan air PAM yang disalahkan. Anak saya malah tidak makan ikannya, hanya makan nasi dan tempe, dan tidak keracunan,” ujar seorang warganet. Lainnya menambahkan bahwa mereka mencurigai adanya ‘tirai hitam’ atau pihak yang ingin menutupi penyebab sebenarnya dari kasus ini.
Spekulasi makin menguat ketika beberapa siswa yang hanya mengonsumsi satu jenis makanan justru tidak mengalami gejala apa pun, sementara yang mengonsumsi seluruh menu MBG justru menjadi korban.
Kini publik bertanya-tanya, apakah benar tempe dan air PAM menjadi biang kerok dari insiden ini, atau justru ada faktor lain yang belum terungkap sepenuhnya?
Apapun itu, masyarakat berharap investigasi tidak berhenti sampai di sini. Keterbukaan informasi dan akuntabilitas menjadi kunci untuk mengungkap kebenaran dan mencegah insiden serupa terjadi di masa mendatang. Waktu akan menjadi saksi, siapa yang benar-benar bertanggung jawab dalam tragedi yang mencoreng program gizi gratis tersebut. (Hln)